Beberapa hal yang berubah dalam menyambut lebaran pada tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu, misalnya jumlah calon pemudik dan belanja masyarakat.
Penyekatan GT Tol Cikarang Barat karena larangan mudik Lebaran mulai Kamis (6/5/2021) - TMC Polda Metro Jaya
Bisnis.com, JAKARTA - Tahun ini, sebelum diresmikan larangan mudik secara nasional oleh pemerintah, sekitar dua pertiga orang berencana mudik, jumlah pemudik tahun ini mendekati jumlah pemudik sebelum pandemi terjadi. Namun, setelah pengumuman larangan mudik, jumlah calon pemudik langsung turun sampai dengan 58 persen.
Persentase ini pun masih tinggi mengingat pemerintah melarangnya. Menurut rencana, mereka akan mudik jauh sebelum masa dilarang mudik berlaku, yaitu pada 7 – 17 Mei 2021.
Demikian hasil survei online RB Consulting, Research & Business Consulting bekerja sama dengan Snapcart kepada 1.050 responden laki-laki dan perempuan usia 18 tahun-50 tahun yang merayakan Idulfitri di semua kelas sosial ekonomi, tinggal di Pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa daerah di Indonesia.
Survei ini diadakan dua kali yaitu pada 26 Maret 2021 kepada 300 responden sebelum pengumuman pemerintah untuk melarang mudik, dan pada 1-5 April 2021 kepada 750 responden setelah pengumuman tersebut.
Sebelum pandemi, sekitar tigaperempat warga kota besar di seluruh Indonesia mudik. Namun, sewaktu pandemi melanda pada 2020, jumlah ini menurun drastis menjadi hanya sepertiga yang mudik. Jumlah pemudik dari DKI Jakarta merupakan yang terendah dibandingkan dengan pemudik dari daerah lain karena larangan mudik oleh pemerintah waktu itu.
“Meskipun pandemi masih kita rasakan saat ini, tetapi keinginan masyarakat untuk mudik berlebaran di kampung halaman cukup tinggi, yakni 67 persen sebelum pengumuman pemerintah tentang pelarangan mudik dan 58 persen masih tetap akan mudik meskipun sudah ada larangan mudik dari pemerintah,” ungkap Iwan Murty, CEO RB Consulting, Jumat (7/5/2021).
Seperti biasa, kebiasaan belanja masyarakat selama bulan Ramadan dipastikan meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Sebelum pandemi, sekitar 52 persen dari responden mengatakan bahwa pengeluaran mereka meningkat selama Ramadan. Pada 2020 lalu sewaktu pandemi, angka ini turun drastis menjadi hanya 33 persen.
Pada 2021 ini, sebanyak 46 persen responden memperkirakan pengeluarannya akan meningkat lagi selama Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan normal. Angkanya sama di semua kelas sosial ekonomi yang kemudian bisa mengindikasikan bahwa konsumen merasa positif atau mempunyai keyakinan yang lebih tinggi terhadap situasi saat ini.
“Sebagai perbandingan 5 tahun yang lalu, pada 2016, jumlah responden yang mengatakan pengeluaran mereka meningkat selama bulan Ramadan jauh lebih tinggi mencapai sekitar 69 persen,” ungkap Iwan.
Dia menambahkan, selain belanja makanan dan minuman, belanja kebutuhan lainnya sangat berkurang drastis. Responden di kelas sosial ekonomi atas mempunyai rencana untuk bersantap di luar rumah seperti di restoran atau di mal dibandingkan dengan responden dari kelas sosial ekonomi menengah ke bawah, dan rencana makan di luar ini juga lebih tinggi di antara pekerja.
“Nampaknya pengumuman pemerintah daerah bahwa Jakarta mendapat kelonggaran berusaha dan restoran bisa beroperasi sampai pukul 22:30 [batas sebelumnya pukul 21:00] dapat mendorong pembelanjaan konsumen,” ujarnya.
Pada Ramadan tahun ini adalah tahun ke-2 dalam masa pandemi, oleh sebab itu aktivitas digital menjadi jalan keluar untuk tetap bersilaturahmi dan menunaikan ibadah. Halal bihalal, ngabuburit dan transfer angpau Lebaran menjadi kegiatan yang mendominasi dilakukan secara digital.
Selain ketiga kegiatan tersebut, lonjakan kegiatan yang dilakukan secara digital lainnya adalah zakat, sungkeman, pengajian dan sholat Ied kemudian infaq dan sadaqah.
“1 dari 5 responden mengatakan pasti akan pergi kalau ada undangan untuk buka bersama. Laki-laki yang berusia lebih muda cenderung memastikan akan menghadiri undangan buka bersama. Sebanyak 52 persen kemungkinan akan datang, 21 persen kemungkinan tidak datang dan 6 persen saja yang sama sekali tidak akan dating,” kata Iwan.
Akun media sosial dan aplikasi Islami dipergunakan oleh 52 persen responden laki-laki dan 64 persen responden perempuan. Lebih banyak perempuan dari pada laki-laki yang menggunakannya. Sementara responden usia 18- 24 tahun merupakan pengguna terbanyak 62 persen, disusul oleh 25 – 34 tahun 56 persen dan usia yang lebih tua 35-50 tahun, sebanyak 52 persen.
Dari 605 responden yang mengakses aplikasi Islami secara teratur memilih aplikasi paling popular yaitu Muslim Pro yang dipilih oleh 47 persen responden, terbanyak di usia 18 tahun-24 tahun, Masjid Terdekat dipilih oleh 17 persen responden, terbanyak di usia 35 tahun-50 tahun, dan Tanya Ustadz dipilih oleh 15 persen responden, terbanyak di usia 35 tahun-50 tahun juga.
Sumber:
Bambang Supriyanto
Jumat, 7 Mei 2021 - 15:32
Comentarios